Tanda tangan (hendtekening atau signature) berfungsi untuk
mengidentifikasi ciri-ciri penanda tangan dan menjamin kebenaran isi dari
dokumen yang ditandatanganinya. Tanda tangan menjamin bahwa benar orang yang
menandatangani suatu perjanjian sesuai
dengan Kartu Tanda Penduduknya, dan bahwa benar ia menyetujui klausul-klausul
dalam perjanjian tersebut. Dengan ditandatanganinya suatu perjanjian, maka si
penanda tangan menerangkan tentang siapa dirinya dan sekaligus ia mengakui
kebenaran apa yang tersurat di dalamnya. Penandatanganan perjanjian merupakan
wujud persetujuan atas substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Tanpa tanda tangan, suatu
perjanjian akan menjadi tidak sah sebagai alat bukti tulisan. Tanpa tanda
tangan, sebuah perjanjian tidak akan dikenali siapa para pihak yang membuatnya
dan tidak ada kesepakatan atas klausul-klausul di dalamnya. Ketiadaan tanda
tangan merupakan penyebab tidak sahnya perjanjian karena tidak memenuhi syarat
subyektif, yaitu para pihak tidak memberikan kata sepakatnya. Di pengadilan,
surat perjanjian semacam ini nilai pembuktiannya sama dengan setumpuk kertas
folio kosong.
Tanda tangan dalam perjanjian
umumnya dibubuhkan diatas materai. Banyak orang menyangka bahwa ketiadaan
meterai akan membuat suatu perjanjian menjadi tidak sah – meterai dianggap
sebagai syarat sahnya perjanjian. Dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) telah
disebutkan syarat-syarat perjanjian, dan dalam pasal tersebut materai bukan merupakan
syarat perjanjian yang sah. Fungsi meterai
terutama berkaitan dengan pajak - katakanlah sebagai “pajak dokumen”. Pajak
dokumen dikenakan terhadap dokumen-dokumen yang diperuntukan sebagai alat bukti
hukum di pengadilan – demikian menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985
Tentang Bea Meterai.
Sering juga di halaman terakhir
perjanjian dimasukkan pihak-pihak lain diluar para pihak yang turut
menandatangani perjanjian. Mereka adalah saksi-saksi. Meskipun keberadaan saksi
bukan merupakan syarat sahnya perjanjian, tapi dalam praktek saksi diperlukan untuk menyaksikan perbuatan hukum
yang dilakukan oleh para pihak. Saksi yang turut menandatangani perjanjian
biasanya berjumlah 2 orang. Saksi-saksi membubuhkan tanda tangannya untuk
mengakui bahwa mereka telah menyaksikan terjadinya suatu hubungan hukum
diantara para pihak. Bila dalam pelaksanaannya perjanjian itu terjun ke arah
lubang sengketa, saksi-saksi dapat dihadapkan di sidang pengadilan untuk
menerangkan fakta-fakta hukum yang terjadi.