PERJANJIAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
Pada
hari ini, ___________ tanggal __ _______________ _____, di ___________, yang
bertanda tangan di bawah ini:
1
|
Nama
Agama
Tempat/Tanggal lahir
Alamat
No. KTP
|
:
:
:
:
:
|
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
|
Selanjutnya dalam Perjanjian ini disebut sebagai “PIHAK PERTAMA”.
|
|||
2
|
Nama
Agama
Tempat/Tanggal lahir
Alamat
No. KTP
|
:
:
:
:
:
|
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
_____________________________________
|
Selanjutnya dalam Perjanjian ini disebut sebagai “PIHAK KEDUA”.
|
PIHAK
PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama selanjutnya disebut sebagai “Para
Pihak”. Para Pihak dengan ini terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bahwa, PIHAK PERTAMA adalah suami yang sah dari PIHAK KEDUA dan
PIHAK KEDUA adalah istri yang sah dari PIHAK PERTAMA, hubungan suami-istri mana
lahir sebagai akibat dari perkawinan yang sah diantara PIHAK PERTAMA dan PIHAK
KEDUA yang dilangsungkan pada tanggal
__ _______________ ____ berdasarkan akta nikah nomor _______________;
2. Bahwa, setelah
berlangsungnya perkawinan tersebut, dalam kurun waktu kurang lebih __
(__________) tahun, Para Pihak telah hidup rukun dan tinggal bersama di Jalan _____________ No. __ RT/RW ___/___, Kelurahan ______________,
Kecamatan ___________, Propinsi _____________, dan Para Pihak juga telah
dikarunia seorang anak ________ yang
bernama _____________ yang lahir pada tanggal ___ ____________ ____ sebagaimana
dimaksud dalam akta kelahiran nomor ____________ tanggal __ _____________
______;
3. Bahwa, dalam
kurun waktu kurang lebih __ (____________) tahun terakhir, diantara PIHAK
PERTAMA dan PIHAK KEDUA sering terjadi pertengkaran dan percekcokan, dan
meskipun Para Pihak telah melakukan usaha-usaha perdamaian, termasuk melibatkan
anggota keluarga sebagai mediator, namun Para Pihak tetap tidak berhasil
memperbaiki hubungan perkawinan diantara Para Pihak;
4. Bahwa, pada
tanggal __ ______________ _____ PIHAK KEDUA telah mengajukan Gugatan
Cerai kepada
Pengadilan Agama _____________ yang terdaftar dalam perkara Nomor ____________;
5. Bahwa,
sebelum lahirnya putusan Pengadilan Agama berdasarkan Gugatan Cerai tersebut, para pihak telah sepakat untuk melakukan
pembagian harta bersama dalam perkawinan (Gono-Gini) akibat perceraian PIHAK
PERTAMA dan PIHAK KEDUA tersebut yang ketentuannya akan diatur dalam Perjanjian
ini.
Selanjutnya,
berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Para Pihak dengan ini sepakat untuk
membuat PERJANJIAN PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA ini dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut (“Perjanjian”):
Pasal 1
Definisi
Dalam
Perjanjian
ini yang dimaksud dengan:
1. “Gugatan Cerai” berarti gugatan cerai
yang diajukan oleh PIHAK KEDUA sebagai Penggugat terhadap PIHAK PERTAMA sebagai
Tergugat di Pengadilan Agama _______________ dengan Nomor Perkara
________________ tanggal __ ________________ ____;
2. Putusan Pengadilan Agama”
berarti Putusan Pengadilan Agama dalam Gugatan Cerai sebagaimana dimaksud dalam Butir 1;
3.
“Harta Bersama” berarti Harta Bersama Perkawinan yang diperoleh
oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama
masa perkawinan, yaitu yang meliputi:
a
Sebidang tanah
seluas ___M2 (_________ meter persegi) dengan sertifikat hak milik (SHM) No.
__/_________ atas nama ______________, yang diatasnya terdapat sebuah rumah permanen
yang setempat dikenal sebagai jalan __________ No. ___, RT/RW ____________,
Kelurahan _____________, Kecamatan _____________, Kabupaten/Kota ____________,
Propinsi _____________ (“Tanah dan Bangunan”);
b
Sebuah kendaraan roda empat
merek _________ tipe ____________ tahun pembuatan __________, Nomor Polisi
_____________, Nomor BPKB ________________ atas nama______________ (“Kendaraan Roda
Empat”).
4.
“Nafkah Iddah” berarti nafkah selama
masa iddah setelah putusnya
perkawinan diantara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA yang menjadi hak PIHAK KEDUA.