Dengan berpedoman pada Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-undang Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UUITE), maka suatu perjanjian dapat dibuat secara
elektronik dalam bentuk Perjanjian Elektronik. Menurut KUHPerdata,
suatu perjanjian dapat dibuat baik secara lisan maupun tertulis selama memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
- Adanya kata sepakat diantara para pihak.
- Para pihak cakap melakukan perbuatan hukum.
- Adanya suatu hal tertentu yang diperjanjikan.
- Suatu sebab yang halal.
Suatu perjanjian dapat dibuat
secara elektronik (Perjanjian Elektronik) selama syarat-syarat umum tersebut
terpenuhi. Selain syarat umum, Perjanjian Elektronik juga harus memenuhi syarat
khusus sebagaimana yang dimaksud dalam UUITE, yaitu dibuat dengan
menggunakan Sistem Elektronik.
Terhadap syarat nomor 2, 3 dan 4
diatas umumnya kita tidak akan menemui kesulitan. Bahwa kecakapan seseorang
dalam membuat perjanjian dapat dilihat dari segi umur maupun kematangan
psikologis para pihak, demikian pula syarat “suatu hal tertentu” dan “suatu
sebab yang halal” sudah dapat dipastikan jika kita memperhatikan isi
perjanjiannya. Menjadi persoalan kemudian adalah, bagaimana “kata sepakat”
diterjemahkan dalam suatu Perjanjaian Elektronik? Jika dalam perjanjian
tertulis yang konvensional eksekusi “kata sepakat” dapat dilakukan dengan
“tanda tangan”, maka dalam Perjanjian Elektronik tanda tangan tersebut
berbentuk Tanda Tangan Elektronik (Digital Siganature).
Dalam bentuknya yang
konvensional, tanda tangan dalam perjanjian memiliki setidaknya dua fungsi,
pertama sebagai identitas diri pendanda tangan, dan kedua sebagai tanda
persetujuan hak dan kewajiban yang tercantum dalam perjanjian. Seperti tanda
tangan manuskrip, Tanda Tangan Elektronik juga harus meliputi
kedua fungsi tersebut. Menurut UUITE, “Tanda Tangan Elektronik” adalah tanda
tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentikasi. Sebagai suatu Informasi Elektronik, Tanda Tangan
Elektronik merupakan satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic
data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Menurut pasal 5 UUITE, Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah. Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, dan hasil
cetaknya tersebut merupakan “perluasan dari alat bukti yang sah” sesuai dengan
Hukum Acara yang berlaku secara konvensional selama ini. Perjanjian Elektronik
merupakan alat bukti hukum yang sah sepanjang penerapannya sesuai dengan
ketentuan dalam UUITE. Dalam KUHPerdata pasal 1903 diatur bahwa alat bukti
dalam hukum acara perdata terdiri dari
- Bukti tulisan.
- Bukti dengan saksi.
- Persangkaan-persangkaan.
- Pengakuan.
- Sumpah.
Dari kelima alat bukti tersebut
tidak satupun menyebutkan akta yang berbentuk elektronik sebagai alat bukti.
Namun, dengan adanya pasal 5 ayat (2) UUITE, maka Perjanjian Elektronik dapat
dikategorikan sebagai alat bukti hukum yang sah. Jika dikaitkan dengan pasal
1903 KUHPerdata, sebagai “perluasan dari alat bukti yang sah”, Perjanjian
Elektronik merupakan perluasan dari “bukti tulisan” - hal ini mengingat
bentuknya yang sama-sama berwujud tulisan namun medianya saja yang
berbeda.