Selain
terhadap harta
pekawinan, sebuah perceraian dari perkawinan yang berdasarkan hukum Islam juga memberi akibat
terhadap anak, yaitu siapa yang memegang hak asuh anak (hadhanah) setelah kedua orang tuanya bercerai. Dalam banyak kasus perceraian,
persoalan hak asuh anak merupakan masalah yang sering menjadi
pangkal sengketa diantara suami-istri yang bercerai.

Menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI), pada prinsipnya jika terjadi perceraian maka hak asuh anak jatuh ke tangan ibunya. Hal ini dapat
dimaklumi mengingat ibu yang mengandung selama sembilan bulan dan ibu pula yang
menyusui anak tersebut. Kedekatan antara ibu dan anak tentunya bukan hanya
kedekatan lahiriah semata, melainkan juga kedekatan batiniah.
Hak asuh anak oleh ibunya dapat digantikan oleh kerabat terdekat jika ibunya telah meninggal
dunia. Kompilasi Hukum Islam telah menentukan, bahwa jika ibu si anak
meninggal, maka mereka yang dapat menggantikan kedudukan ibu terhadap hak asuh
anaknya meliputi:
- Wanita-wanita
dalam garis lurus ke atas dari ibu.
- Ayah.
- Wanita-wanita
dalam garis lurus ke atas dari ayah.
- Saudara
perempuan dari anak yang bersangkutan.
- Wanita-wanita
kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
Namun
meskipun pada prinsipnya hak asuh anak jatuh ke tangan ibunya, Kompilasi Hukum
Islam masih memberi kesempatan kepada si anak untuk memilih ikut ayah atau
ibunya. Pilihan itu diberikan kepada anak yang telah mumayyiz, yaitu seorang anak yang telah berumur 12 tahun.
Seorang anak yang telah berumur 12 tahun oleh hukum dianggap telah dapat
menentukan plihannya sendiri ketika kedua orang tuanya bercerai, yaitu
mengikuti ayah atau ibunya.
Pelaksanaan
hak asuh anak, baik oleh ibu ataupun ayahnya, harus disertai oleh jaminan
keselamatan jasmani dan rohani si anak meskipun biaya kehidupan si anak telah
tercukupi. Apabila pemegang hak asuh anak, baik ayah maupun ibunya,
ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, maka kerabat
yang bersangkutan dapat meminta kepada Pengadilan Agama untuk memindahkan hak
asuh anak tersebut kepada kerabat lain yang mempunyai hak asuh.
Siapapun yang memegang hak asuh kemudian, semua
biaya hak asuh dan nafkah anak merupakan tanggung jawab ayahnya. Tanggung jawab
tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan kemampuannya, dan berlangsung sampai
anak tersebut dewasa (21 tahun).