Asas-asas
perjanjian diatur dalam
KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu mendapat perhatian dalam
membuat perjanjian: asas kebebasan
berkontrak (freedom of
contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).

Asas
Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Setiap orang dapat
secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan
tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum. Menurut Pasal 1338
ayat (1) KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.” “Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun, diantara
siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu
tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum
(undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum
(misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
Asas
Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Jika terjadi
sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji
(wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang
melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan
hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan
pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam
perjanjian memiliki kepastian hukum – secara pasti memiliki perlindungan hukum.
Asas
Konsensualisme (concensualism)
Asas
konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak
detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat
dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu.
Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan
syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus
tertulis – contoh, jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat
secara tertulis dengan akta otentik Notaris.
Asas
Itikad Baik (good faith/tegoeder trouw)
Itikad baik
berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian
harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak
boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi
keadaan sebenarnya.
Asas
Kepribadian (personality)
Asas kepribadian
berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal – tidak
mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya
dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam
membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi
mereka yang membuatnya.