Pernahkah
anda mengalami situasi dimana ketika anda bangun tidur anda tidak mengetahui
sedang berada di mana dan kapan? – meskipun situasi itu hanya beberapa detik
saja terjadi. Tentunya keadaan itu sangat membingungkan, dan mungkin membuat
anda ngeri karena dalam beberapa detik itu anda tidak
mengenali diri anda sendiri.
Keadaan
yang sama membingungkannya akan terjadi jika tempat dan waktu suatu hubungan
hukum, katakanlah perjanjian, tidak diketahui. Ketiadaan penyebutan waktu dan
tempat perjanjian ini bisa membuat keterangan terpenting dari suatu keadaan
hukum (“when” dan “where” seperti dalam 5W+1H dalam jurnalistik)
menjadi kabur.
Penyebutan
waktu dibuatnya perjanjian memang bukan merupakan syarat sahnya perjanjian,
sehingga ketiadaan penyebutan waktu tidak membuat perjanjian itu menjadi tidak
sah. Namun karena fungsinya untuk mengatur hubungan hukum sekaligus sebagai
alat bukti, maka demi ketegasan dan kepastian hukum, sebaiknya perjanjian juga
menerangkan waktu dibuatnya perjanjian itu.
Waktu
dibuatnya perjanjian umumnya disebutkan di bagian pembuka perjanjian setelah
judul nomor perjanjian. Bagian ini menerangkan kapan perjanjian itu dibuat.
Jika dalam perjanjian tidak disebutkan suatu waktu tertentu sebagai tanggal
dimulai dan berakhirnya perjanjian, maka tanggal penandatanganan perjanjian itu
yang akan dianggap sebagai tanggal dimulainya perjanjian, dan waktu dimana
telah terpenuhinya seluruh hak dan kewajiban para pihak merupakan tanggal
berakhirnya perjanjian.
Tempat
perjanjian juga bukan merupakan syarat dari sahnya perjanjian, sehingga dengan
tidak dicantumkannya tempat perjanjian maka tidak berarti perjanjian tersebut
tidak sah. Jika dalam sebuah perjanjian tempat perjanjian itu tidak disebutkan,
maka tempat sebenarnya perjanjian itu dibuat akan dianggap sebagai tempat
perjanjian. Selain di bagian pembuka, tempat dan waktu perjanjian kadang
diletakkan di bagian akhir perjanjian. (legalakses.com).