Istilah penipuan dan penggelapan memiliki
pengertian yang beda-beda tipis. Motivasi kedua istilah itu sama-sama ingin
memiliki “benda” (barang) milik orang lain baik
sebagian maupun seluruhnya, namun secara melawan hukum.
Perbedaannya adalah pada masalah cara bagaimana barang tersebut dimiliki. Dalam penipuan, benda itu dimiliki secara melawan hukum, sedangkan dalam penggelapan upaya
memiliki itu dilakukan melalui suatu dasar perbuatan yang sah. Sebelum lebih
jauh memahami penipuan dan penggelapan, baiknya simak dulu pasal-pasal KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) berikut:
Pasal 378 KUHP (penipuan)
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain
untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling larna 4 (empat) tahun" .
Pasal 372 KUHP (penggelapan)
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukam memiliki suatu benda yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling
banyak Rp.900,-“
Dalam penipuan, dimilikinya suatu benda oleh seseorang
dilakukan dengan cara melawan hukum, yaitu dengan perbuatan yang tidak sah:
memakai nama palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan. Seorang yang
melakukan penipun,
dengan kata-kata bohongnya itu, menyebabkan orang lain menyerahkan suatu benda
kepadanya. Tanpa adanya kebohongan tersebut, belum tentu orang yang
bersangkutan akan menyerahkan benda itu secara sukarela.
Misalnya,
Rudi menjanjikan kepada Bram bahwa ia akan menjual sepeda motornya dan
menyerahkan sepeda motor itu besok lusa jika hari ini Bram menyerahkan uang
pembeliannya. Setelah Bram menyerahkan uang, besok lusanya Rudi tidak juga
menyerahkan sepeda motornya. Bram tentu saja tidak akan menyerahkan uang
pembeliannya jika Rudi tidak menjanjikan menyerahkan sepeda motor itu besok
lusa. Dalam hal ini, Rudi telah membohongi Bram dan bisa dibilang ia telah
melakukan penipuan.
Dalam penggelapan, dimilikinya suatu benda terjadi bukan
karena perbuatan yang melawan hukum (bukan karena perbuatan yang tidak sah),
melainkan karena suatu perbuatan yang sah (bukan karena kejahatan). Perbuatan
dimilikinya barang itu dilakukan dengan kesadaran bahwa si pemberi dan penerima
barang sama-sama menyadari perbuatan mereka, namun pada akhirnya dimilikinya
benda tersebut oleh penerima barang dipandang sebagai perbuatan yang tidak
dikehendaki (melawan hukum).
Penyerahan
uang pembelian dari Bram kepada Rudi dilakukan atas dasar hukum yang sah, yaitu
perjanjian jual beli motor diantara mereka. Dalam perjanjian itu, penyerahan
uang pembelian adalah perbuatan yang sah karena didasari oleh perjanjian yang
sah. Kalau kemudian Rudi tidak menyerahkan sepeda motornya dan membawa kabur
uang pembelian itu, maka pada saat tidak diserahkannya sepeda motor itulah
perbuatan penggelapan uang pembelian itu telah dilakukan. Logika ini sama
seperti misalnya seorang kurir yang ditugaskan untuk mengantarkan uang ke suatu
tempat, namun uang tersebut tidak diserahkan ke tempat tujuannya melainkan
digunakan sendiri oleh si kurir. Penyerahan uang kepada kurir untuk diantarkan
ke suatu tempat adalah perbuatan yang sah berdasarkan tugas yang diberikan si
pengirim uang, namun tugas itu diselewengkannya secara melawan hukum, sehingga
dapat dikatakan si kurir telah melakukan penggelapan.
Dalam prakteknya, kedua perbuatan itu, penipuan dan penggelapan, sering kali dilakukan secara bersamaan.
Dalam kasus Rudi dan Bram, misalnya, Rudi telah melakukan sekaligus penipuan dan penggelapan. Rudi telah berbohong bahwa ia akan
menyerahkan sepda motornya, dan dengan perjanjian yang telah mereka sepakati
bersama itu Rudi juga telah melakukan penggelapan dengan menggunakan perjanjian itu
sebagai alat untuk diserahkannya uang pembelian.